Tapi Dunia Nggak Semudah Itu, Bro
1️⃣ Byte Itu Apa Sih, dan Kenapa Pengen “Ngusir” TikTok?
Gini…
Byte itu aplikasi video pendek buatan salah satu co-founder Vine — ingat Vine? Platform viral 6 detik yang dulu rame banget sebelum TikTok eksis.
Byte muncul di 2020, pas banget TikTok lagi meledak di mana-mana, termasuk di Indonesia.
Dan niat mereka? Jelas: pengen ngerebut pasar video pendek dari TikTok.
Tapi ya, kita tahu ending-nya. Gagal total.
Dan justru dari kegagalan itu, kita bisa belajar banyak sebagai pemain industri digital di Indonesia.
2️⃣ Apa Bedanya Byte & TikTok? Gampangnya Gini…
Byte | TikTok |
---|---|
Minimalis, mirip Vine | Full fitur, AI algoritma super kenceng |
Nggak ada monetisasi awalnya | Ada Creator Fund, Live Gifts, Brand Collab |
Tim kecil | Didukung ByteDance, modal nggak abis-abis |
Fokus ke “kreativitas” | Fokus ke tren & viralitas |
Kurang komunitas lokal | Jago banget bangun komunitas, termasuk di Indo |
Jadi kebayang dong siapa yang menang?
3️⃣ Kenapa Byte Gagal Total di Indonesia?
❌ Nggak ada presence lokal
Nggak ada creator Indo yang dibina, nggak ada event, nggak ada kampanye lokal.
TikTok? Udah punya tim Indo dari awal, ngegandeng kreator dari Surabaya sampai Makassar.
❌ Nggak bisa cuan = nggak ada motivasi
Byte nggak ngasih jalan buat konten kreator dapet penghasilan.
TikTok kasih jalan: dari gift, sponsor, sampe jualan lewat TikTok Shop.
❌ Kurang strategi distribusi
Orang Indo sukanya scroll, ikutin tren, dan lihat siapa yang lagi rame. Byte? Nggak masuk ke radar.
4️⃣ Pelajaran Buat Kamu yang Main di Dunia Konten/Marketing
🎯 1. Produk bagus aja nggak cukup
Kalau nggak bisa didistribusikan, kalau nggak rame di Indo, ya bakal tenggelam.
🎯 2. Monetisasi itu keharusan, bukan bonus
Konten kreator sekarang nggak cuma cari validasi, tapi juga penghasilan. Nggak bisa kasih itu? Mereka cabut.
🎯 3. Lokal itu penting
TikTok bikin challenge lokal, hashtag khusus, pakai musik Indonesia, dan bahkan ngajak brand lokal buat collab. Byte? Nggak jelas targetnya siapa.
🎯 4. Tanpa komunitas, platform lo kosong
Byte punya tools, tapi nggak punya orang yang make.
5️⃣ Byte Sekarang Gimana? Udah Mati?
Secara teknis? Iya.
Mereka merger sama Clash, berubah nama jadi Huddles.
Tapi jujur aja: di Indonesia, siapa yang denger?
Tapi dari kegagalan itu kita bisa lihat:
Kalau kamu bikin platform tapi nggak ngasih value ke kreator, ya siap-siap ditinggalin.
6️⃣ 2025: Short Video Masih Raja, Tapi TikTok Nggak Lagi Sendiri
Sekarang, pemainnya makin banyak:
- TikTok masih kuat banget
- YouTube Shorts mulai nendang
- Instagram Reels tetep eksis
- Dan ada juga Bigo Live, Likee, dan Kwai yang main di niche tertentu (terutama buat livestream)
📌 Kalau kamu brand di Indonesia, jangan cuma ngiklan di TikTok.
Coba juga platform lain yang mungkin lebih segmented, lebih murah, dan reach-nya nggak kalah.
🧯 Penutup: Byte Gagal, Tapi Kita yang Dapat Ilmunya
Byte itu punya idealisme. Tapi TikTok punya tim, duit, dan algoritma yang bikin kecanduan.
Buat kamu yang mau bikin app, campaign, atau bangun komunitas:
Jangan cuma mikir “bikin yang beda”, tapi mikir juga gimana cara narik massa, kasih benefit, dan ngebangun komunitas.Di Indonesia, cuma yang ngerti “bahasa pasar” yang bisa hidup lama.